Aku takkan mengguruimu
dengan rumitnya teori karena aku tak sedikitpun paham tentang makhluk
itu. Aku juga takkkan membuatmu tertawa karena aku bukan pelawak.
Takkan pula membuatmu terharu oleh kisah cinta karena aku sama sekali
belum mengenalnya. Dan lewat tulisan ini aku tak ingin menyampaikan
apapun kecuali ‘kekosongan’. ‘Kekosongan’, kau boleh menyebut
demikian untuk tulisan tak bernyawa ini. Sebelum terlanjur, sebaiknya
kau berhenti membacanya. Karena takkan kau jumpai apapun dalam
tulisan ini kecuali kosong.
Dua puluh tahun lebih aku
dipindahkan dari dunia antah-berantah dalam kandungan ibu ke dunia
dimana aku bisa melihat sosok yang disebut ibu. Selama itu pula aku
tak menemui sejengkalpun isi yang memenuhiku. Isi tak pernah kudapati
sebagaimana ia memenuhi setiap jiwa manusia disekitarku. Isi, seperti
yang kulihat memenuhi hampir setiap sendi kehidupan yang kujumpai. Di
setiap sudut pori-pori manusia, setiap susunan huruf para penyair,
setiap tetes keringat para pekerja, setiap goresan cat sang pelukis,
setiap ketukan nada pemusik, setiap apapun yang pernah kutemui selama
kuberada di bumi ini, adalah isi yang memenuhi mereka. Tapi isi tak
pernah sedetikpun datang menjengukku.
Berakibat panjang. Aku
terus-menerus mencari isi agar ia berkenan pun sedetik tuk
menyapaku. Aku menanyakan pada pintu perpindahanku, ibu, hanya
diberikannya satu tongkat untuk menemani perjalananku. Aku mendatangi
setiap manusia. Termasuk mendatangimu, yang sudah membaca tulisanku
sejauh kata ini, untuk menyanyakan tentang keberadaan isi. Sebab aku
melihat ‘isi’ di setiap orang termasuk kamu. Aku sangat ingin
menanyakan padamu : Makanan apakah yang kau sediakan sehingga isi
bersedia tinggal cukup lama dalam dirimu? Tapi pertanyaan itu,
akan terdengar konyol bagimu. Tapi, ijinkan aku memohon kepadamu tuk
menjawabnya. Jangan lagi kau berikan tongkat untuk menemani
perjalananku, karena tongkat ibu sudah cukup untuk menemaniku. Aku
hanya ingin jawaban darimu. Mengapa kau tak pernah ditinggal isi dan
bertemu dengan kosong? Mengapa orang-orang dipenuhi isi. Isi sebagai
pengelana, sebagai manusia yang dipenuhi isi untuk mencapai tujuan
yang ia susun dengan jelas? Dan isi, tentang cita-cita, tentang
impian, tentang tujuan. Hah, apakah gerangan mereka? Aku tak
sedikitpun memahaminya. Apakah isi mengajarkanmu tentang mereka?
Mungkin. Sungguh, aku semakin tak paham dan sampai disini aku
memaksamu untuk menunjukiku dimana keberadaan isi. Agar kosong tak
lagi memelukku erat seperti tak mau kutinggalkan.
Setiap detiknya aku
mencari keberadaan isi. Diantara wajah-wajah yang berseliweran
dihadapanku. Para hedonis mempunyai isi untuk memenuhi hasrat
kegembiraannya, para pemeluk agama mempunyai isi untuk kehausan
spiritualitas mereka, para ilmuwan, sastrawan, budayawan, pelukis,
pelacur, maling, bandit, centeng, koruptor sekalipun, aku menemukan
isi di dalam diri mereka. Meski isi dalam bentuk yang berbeda-beda.
Tapi tetap, isi berkenan singgah di kehidupan mereka. Tapi bagiku,
mengapa isi tak pernah menjengukku sedetikpun? Barangkali aku adalah
makhluk yang dikutuk oleh dunia isi, sehingga ia mengirim kosong
untuk mendatangiku sebagai hukuman. Karena itu, aku mendatangimu
lewat tulisan ini. Aku ingin kau membebaskanku dari kutukan ini. Atau
setidaknya kau menjawab pertanyaanku tentang keberadaan isi. Jika kau
tak bersedia menjawabku, pada siapa lagi aku menanyakan keberadaan
isi? Adakah kau tega melihat anjing menggonggong mengejekku yang tak
dihinggapi isi. Atau, diammu itu adalah sebuah jawaban. Bahwa isi
dapat kujumpai diantara gonggongan anjing, atau suara hewan lain?
Atau, karena kau tau aku tak mengerti bahasa mereka, sehingga jawaban
darimu selanjutnya tentang isi adalah bisa kujumpai diantara suara
tetumbuhan, suara alam? Oh, aku lebih tak memahami mereka. Dan kau
tetap diam tak menjawab pertanyaanku. Adakah tanpa suara, tanpa isi,
adalah isi. Begitukah? Atau simpulnya, isi adalah kosong, kosong
adalah isi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar