Oleh :Rizky Akbar. P
Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP
Demokrasi dipahami sebagai sikap
hidup dan pandangan hidup yang demokratis. Demokrasi membutuhkan usaha nyata
dan perilaku demokratis untuk mendukung pemerintahan dan sistem politik
demokrasi. Perilaku didasarkan nilai-nilai demokrasi dan membentuk
budaya/kultur demokrasi baik dari warganegara maupun dari pejabat
negara/pemerintah.
Munculnya sistem demokrasi ke dalam
ranah kehidupan rakyat dan ketatanegaraan mengamanahkan bahwa kekuasaan
terbesar berada di tangan rakyat yang memberikan kepercayannya kepada
pemerintah untuk dapat mengatur kehidupan rakyat agar tercipta ketertiban dan
kenyamanan dalam menjalani kehidupan. Poin penting dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa demokrasi adalah sama dengan rakyat itu sendiri.
Demokrasi lahir sebagai sebuah
sistem yang sebenarnya telah lama digagas, yaitu sejak zaman negara-kota di
Yunani. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata,
yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian
kekuasaan dalam suatu negara. Dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari
rakyat, maka haruslah digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta
sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan
absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia.
Demokrasi akhirnya berkembang dengan
konsep “trias-politica”
(montesque:1689-1755), dimana konsep tersebut pada hakikatnya ingin menguraikan
kekuasaan ke dalam 3 level (eksekutif-legislatif-yudikatif) yang kesemuanya
secara garis besar adalah bertujuan untuk menjalankan mekanisme “check and
balance”. Dan karena itu diperlukan hubungan timbal balik yang berkesinambungan
antara rakyat dengan pemerintahannya. Berikut peranan masing-masing pihak dalam
keterkaitannya dengan demokrasi :
A.
LEMBAGA
NEGARA
Dalam
menerapkan trias politica, indonesia menganut pada sistem demokrasi Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi negara, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar
negara Indonesia dan sebagai identitas nasional Indonesia. Demokrasi Pancasila
dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas, demokrasi Pancasila
berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dalam
bidang politik, ekonomi dan sosial. Secara sempit, demokrasi Pancasila berarti
kedaulatan rakyat yang didasarkan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam UUD 1945 merupakan
pedoman dasar bagi penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Indonesia. Dalam
sistem pemerintahan negara telah ditetapkan berbagai perangkat pemerintahan
yang berupa lembaga negara dengan tugas, wewenang dan kewajiban masing-masing
serta mekanisme hubungan kerja antarlembaga negara dalam rangka penyelenggaraan
negara untuk mencapai tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut termuat dalam
pembukaan UUD 1945 alenia keempat yang berbunyi “kemudian daripada itu untuk
membentuk pemerintah negara Indonesia yang 1)melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk 2)memajukan
kesejahteraan umum, 3)mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4)ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial...”
Guna
tercapainya tujuan tersebut, maka Sistem administrasi Negara yang
diselenggarakan dan dikembangkan dalam mengemban tugas negara serta menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari sistem pemerintahan negara seperti termuat
dalam UUD 1945 dengan tujuh kunci pokok sebagai berikut :
1. Indonesia
adalah negara yang berdasarkan hukum, bukan pada kekuasaan
2. Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolute (kekuasaan
tak terbatas)
3. Kekusaan
tertinggi di tangan MPR
4. Presiden
adalah penyelenggara negara tertinggi di bewah MPR
5. Presiden
tidak bertanggung jawab pada DPR, artinya kedudukan presiden tidak bergantung
pada DPR, namun keduanya saling bekerja sama dalam menetapkan suatu kebijakan.
6. Menteri
negara adalah pembantu presiden
7. Kekuasaan
kepala negara tidak tak terbatas (tidak absolut)
Dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintahan negara, maka penyelenggaraan
fungsi-fungsi negara dilaksanakan oleh lembaga negara. Pembentukan lembaga
negara dengan tugas dan kewenangannya pada dasarnya adalah untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi negara, yakni :
1. Fungsi
konstitutif, ialah fungsi menyelenggarakan kedaulatan rakyat, menetapkan UUD
dan GBHN. Fungsi ini dilaksanakan oleh MPR
2. Fungsi
esekutif (menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, dilaksanakan oleh presiden)
3. Fungsi
legislatif (membentuk Undang-undang, dilaksanakan presiden dengan persetujuan
DPR)
4. Mengawasi
pelaksanaan tugas pemerintah (fungsi pengawasan terhadap presiden, dilaksanakan
oleh DPR)
5. Fungsi
Yudikatif (menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, oleh Mahkamah Agung)
6. Fungsi
Audiktif (menyelenggarakan pemeriksaan keuangan negara yang dikelola
pemerintah. Fungsi ini dilaksanakan oelah BPK)
7. Fungsi
konsultatif (memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul,
saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Fungsi ini dilaksanakan oleh Dewan
Pertimbangan Agung)
Lembaga negara meliputi 3 organ lapis,
yakni :
1. Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga
tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk
berdasarkan UUD 1945. Lembaga tinggi negara yaitu ; Presiden dan Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3. Organ
lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan
lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945
yaitu : Pemerintah Daerah Provinsi; Gubernur; DPRD Provinsi; Pemerintahan
Daerah Kabupaten; Bupati; DPRD Kabupaten; Pemerintahan Daerah Kota; Walikota;
DPRD Kota,
Disamping itu didalam UUD 1945
disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
dan istimewa yang diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh UUD,
sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional.
Berdasarkan
pemaparan di atas, peranan dari lembaga negara dalam demokrasi adalah sebagai
suatu wadah yang berfungsi untuk menjalankan sistem pemerintahan negara yang
merupakan perwakilan dari rakyat guna membuat, menjalankan, serta mengawasi
suatu kebijakan-kebijakan yang semuanya dirumuskan untuk tercapainya tujuan
nasional yakni keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bisa diartikan, bahwa peran
lembaga negara adalah suatu implikasi konsep dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Dengan demikian, lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki
relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan
secara praktis fungsi negara dan mewujudkan tujuan negara jangka panjang.
Seluruh lembaga negara tersebut harus saling mendukung dan saling berhubungan guna
mewujudkan serta mengendalikan check and
balance yang merupakan tujuan utama dari adanya demokrasi.
B. HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Warga Negara
memiliki hubungan hukum dengan negara. Hubungan itu berwujud status, peran, hak
dan kewajiban secara timbal balik. Secara teori, Peran warga negara meliputi
peran yang pasif, aktif, negatif dan positif (Cholisin, 2000). Peran pasif adalah kepatuhan warga
negara terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran aktif merupakan aktivitas warga negara untuk terlibat
(berpartisipasi) serta ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam
mempengaruhi keputusan publik. Peran
positif merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari
negara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peran
negatif merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan negara
dalam persoalan pribadi.
Sebagai negara
demokrasi, Indonesia didirikan berdasarkan UUD 1945 yang mengatur hak dan
kewajiban negara terhadap warganya yang pada dasarnya adalah memberikan
kesejahteraan hidup dan keamanan lahir dan batin sesuai sesuai sistem
demokrasi. Negara wajib melindungi hak asasi manusia sebagai individu sesuai
ketentuan internasional, yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika, moral, dan
budaya yang berlaku di Indonesia.
Hak dan kewajiban warga
negara telah diatur sedemikian rupa di dalam UUD 1945 dari
pasal 26 hingga pasal 34*). Misalnya telah ditetapkan dalam UUD
1945 pada pasal 28, yang menetapkan
bahwa hak warga negara dan penduduk untuk
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan
sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini
mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Semua warga negara harus
menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju.
Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang.
Manusia
adalah individu yang dilahirkan dengan naluri atau keinginan bersosialisasi
yang tinggi. Kesadaran ini tak pernah lepas dan terus melekat erat di
masing-masing individu. Oleh karena itu, UUD 1945 telah mengatur hak asasi yang
berkaitan dengan kebebasan dalam berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita bisa dengan mudah menemukan suatu perkumpulan. Misalnya perkumpulan Karang Taruna disekitar
tempat tinggal, arisan RT, organisasi PKK, serta merambah ke instansi pendidikan
seperti OSIS, pramuka, ataupun pada organisasi kepartaian, dsb. Organisasi berdampak baik dan disadari atau
tidak akan meningkatkan tali silaturahmi serta menambah wawasan dan pertemanan.
Tetapi, sekarang ini banyak sekali perkumpulan yang menjurus ke arah negatif
dan memberontak. Misalnya seperti perkumpulan geng motor yang kerap meresahkan
warga sekitar karena perilaku mereka yang buruk, perkumpulan segelintir
masyarakat yang hendak melakukan teror, dan perkumpulan negatif lainnya. Hal
ini tentunya menyimpang dari pasal 28 J ayat 1
yang menyebutkan bahwa:
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Manusia,
baik itu di dalam ataupun di luar perkumpulannya pasti mempunyai
pemikiran-pemikiran yang berlawanan, keinginan untuk melakukan perubahan, serta
keinginan untuk mengeluarkan keluh kesah dari sebuah permasalahan. Tentunya kita masih ingat kasus Prita
Mulyasari. Ibu dua anak yang terseret kasus pencemaran nama baik hanya karena
“curhat” di dunia maya tentang ketidakpuasannya dengan pelayanan RS Omni
Internasional. Kasus ini begitu menyita perhatian dan simpati publik, seiring
dengan keganjilan-keganjilan yang terlihat dalam kasus ini. Masyarakat merasa
hak-nya untuk mengeluarkan pendapat seperti yang tertera dalam UUD 1945 pasal
28 tidak terpenuhi.
Salah satu hak dan
kewajiban warga negara lainnya juga disebutkan dalam pasal
27 ayat 1 yang menyebutkan “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Ataupun pada pasal 28 D ayat 1 yang menyebutkan
bahwa “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Lalu bagaimana
kenyataan yang ada sekarang ini? Jika kita lihat dari beberapa kasus, kesamaan
dan keadilan perlakuan di hadapan hukum sekarang ini sangatlah memprihatinkan.
Misalnya, si Minah, yang mengambil dua buah kakao, dihukum 1,5 bulan penjara
oleh pengadilan. Hal ini tentu tidak sebanding dengan beberapa kasus besar yang
mendapat hukuman ringan dan tidak jelas penanganan hukumnya (Misalnya
kasus-kasus korupsi). Dan bahkan baru-baru ini, presiden justru memberikan
grasi terhadap Sphalle Corby, terpidana/ratu kasus narkoba dengan mengurangi
masa hukumannya selama lima tahun. Hal ini membuat rasa keadilan dan kesamaan
hukum di masyarakat memudar. Masyarakat tak percaya lagi akan keadilan hukum.
Hingga akhirnya masyarakat membentuk opini bahwa hukum hanya tajam di bawah,
dan tumpul di atas. Maksudnya, hukum hanya berlaku tegas pada rakyat kecil
ataupun kaum marginal, sementara penguasa kelas elit seakan kebal terhadap
hukum.
Hak dan Kewajiban
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan haruslah seimbang. akan
tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa
setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan
yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan keadilan
dan kesejahteraan serta mendapat hak-nya dalam menjalani kehidupannya.
Dari beberapa contoh kasus
di atas, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka semua
pihak harus menjalankan hak dan kewajibannya dengan seimbang. Pemerintah
sebagai penegak hukum wajib menjalankan hukum secara adil. Begitupun masyarakat
juga wajib mentaati hukum di samping menerima hak-nya sebagai warga negara.
*)Lampiran hak dan kewajiban warga negara :
v Beberapa Hak–hak warga negara
menurut UUD 1945 mencakup :
1. Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26)
2. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum (pasal 27 ayat 1)
3. Hak atas persamaan kedudukan dalam pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
4. Hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
5. Hak bela negara (pasal 27 ayat 3)
6. Hak untuk hidup (pasal 28 A)
7. Hak membentuk keluarga (pasal 28 B ayat 1)
8. Hak atas kelangsungan hidup dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi bagi anak (pasal 28 B ayat 2)
9. Hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat 1)
10. Hak untuk memajukan diri (pasal 28 C ayat 2)
11. Hak memperoleh keadilan hukum (pasal 28 D ayat 1)
12. Hak untuk bekerja dan imbalan yang adil (pasal 28 D ayat 2)
13. Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28 D ayat 3)
14. Hak atas status kewarganegaraan (pasal 28 D ayat 4)
15. Kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali (pasal 28 E ayat 1)
16. Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai denga hati nuraninya (pasal 28 E ayat 2)
17. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (pasal 28E ayat 3)
18. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (pasal 28 F)
19. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda (pasal 28 G ayat 1)
20. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia (pasal 28 G ayat 2)
21. Hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28 G ayat 2)
22. Hak hidup sejahtera lahir dan batin (pasal 28 H ayat 1)
23. Hak mendapat kemudahan dan memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama (pasal 28 H ayat 2)
24. Hak atas jaminan sosial (pasal 28 H ayat 3)
25. Hak milik pribadi (pasal 28 H ayat 4)
26. Hak untuk tidak diperbudak (pasal 28 I ayat 1)
27. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (pasal 28 I ayat 1)
28. Hak bebas dari perlakuan diskriminatif (pasal 28 I ayat 2)
29. Hak atas identitas budaya (pasal 28 I ayat 3)
30. Hak kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
31. Hak atas kebebasan beragama (pasal 29)
32. Hak pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
33. Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1)
1. Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26)
2. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum (pasal 27 ayat 1)
3. Hak atas persamaan kedudukan dalam pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
4. Hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
5. Hak bela negara (pasal 27 ayat 3)
6. Hak untuk hidup (pasal 28 A)
7. Hak membentuk keluarga (pasal 28 B ayat 1)
8. Hak atas kelangsungan hidup dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi bagi anak (pasal 28 B ayat 2)
9. Hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat 1)
10. Hak untuk memajukan diri (pasal 28 C ayat 2)
11. Hak memperoleh keadilan hukum (pasal 28 D ayat 1)
12. Hak untuk bekerja dan imbalan yang adil (pasal 28 D ayat 2)
13. Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28 D ayat 3)
14. Hak atas status kewarganegaraan (pasal 28 D ayat 4)
15. Kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali (pasal 28 E ayat 1)
16. Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai denga hati nuraninya (pasal 28 E ayat 2)
17. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (pasal 28E ayat 3)
18. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (pasal 28 F)
19. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda (pasal 28 G ayat 1)
20. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia (pasal 28 G ayat 2)
21. Hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28 G ayat 2)
22. Hak hidup sejahtera lahir dan batin (pasal 28 H ayat 1)
23. Hak mendapat kemudahan dan memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama (pasal 28 H ayat 2)
24. Hak atas jaminan sosial (pasal 28 H ayat 3)
25. Hak milik pribadi (pasal 28 H ayat 4)
26. Hak untuk tidak diperbudak (pasal 28 I ayat 1)
27. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (pasal 28 I ayat 1)
28. Hak bebas dari perlakuan diskriminatif (pasal 28 I ayat 2)
29. Hak atas identitas budaya (pasal 28 I ayat 3)
30. Hak kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
31. Hak atas kebebasan beragama (pasal 29)
32. Hak pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
33. Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1)
v Contoh Kewajiban Warga Negara
Indonesia
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
v Beberapa Kewajiban Warga Negara
lainnya:
1. Melaksanakan aturan hukum.
2. Menghargai hak orang lain.
3. Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan–kebutuhan masyarakatnya.
4. Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melakukan tugas–tugasnya
5. Melakukan komuniksai dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
6. Membayar pajak
7. Menjadi saksi di pengadilan, dan lain–lain.
1. Melaksanakan aturan hukum.
2. Menghargai hak orang lain.
3. Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan–kebutuhan masyarakatnya.
4. Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melakukan tugas–tugasnya
5. Melakukan komuniksai dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
6. Membayar pajak
7. Menjadi saksi di pengadilan, dan lain–lain.
v Peran warga negara
1. Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga negara.
2. Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
3. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
4. Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, melakukan pembinaan kepada fakir miskin.
5. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
6. Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
7. Menciptakan kerukunan umat beragama.
8. Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
9. Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
10. Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
11. Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara
12. Menjaga keselamatan bangsa dari segala macam ancaman.
1. Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga negara.
2. Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
3. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
4. Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, melakukan pembinaan kepada fakir miskin.
5. Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
6. Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
7. Menciptakan kerukunan umat beragama.
8. Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
9. Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
10. Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
11. Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara
12. Menjaga keselamatan bangsa dari segala macam ancaman.
C. PARTAI
POLITIK
Partai politik mempunyai posisi dan
peranan yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan
peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan
warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang
sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political
parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat
penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya dalam setiap sistem politik yang
demokratis.
Dalam suatu negara demokrasi,
kedudukan dan peranan setiap lembaga negara haruslah sama-sama kuat dan
bersifat saling mengendalikan dalam hubungan “checks and balances”. Tetapi
jika lembaga-lembaga negara tersebut tidak berfungsi dengan baik, kinerjanya
tidak efektif dalam menjalankan fungsinya masing-masing, maka yang sering
terjadi adalah partai-partai politik yang rakus atau ekstrim-lah yang
merajalela menguasai dan mengendalikan segala proses-proses penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintahan.
Dalam hubungannya dengan kegiatan
bernegara, partai politik sangat berperan dalam proses dinamis perjuangan nilai
dan kepentingan (values and interests) dari konstituen (kelompok) yang diwakilinya untuk
menentukan kebijakan dalam konteks kegiatan bernegara. Partai politik-lah yang
bertindak sebagai perantara dalam proses-proses pengambilan keputusan
bernegara, yang menghubungkan antara warga negara dengan institusi-institusi
kenegaraan. Menurut Robert Michels dalam bukunya, “Political Parties, A
Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy”, “…
organisasi … merupakan satu-satunya sarana ekonomi atau politik untuk membentuk
kemauan kolektif.
Fungsi Partai Politik
Umumnya, para ilmuwan politik menyatakan
bahwa terdapat empat fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu
menurut Miriam Budiardjo, meliputi (1)
sarana komunikasi politik, (2) sosialisasi politik (political socialization),
(3) sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan (4) pengatur
konflik (conflict management). Sedangkan menurut Yves Meny dan
Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup
fungsi (1) mobilisasi dan integrasi, (2) sarana pembentukan pengaruh terhadap
perilaku memilih (voting patterns); (3) sarana rekruitmen politik; dan (4)
sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Keempat fungsi tersebut sama-sama
terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik,
partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan
(interests articulation) atau “political interests” yang terdapat dalam
masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik
menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan.
Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan
sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan
kenegaraan yang resmi.
Partai politik juga berperan penting
dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi
dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan
kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari
masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan
sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi
struktur-perantara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan
peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat
warga negara.
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana
rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk
memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi
kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Tentu
tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana
rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang
kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik. Partai hanya
boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena
itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political
appointment).
Fungsi keempat adalah pengatur
dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict
management). Nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests)
yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan
cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau
pengelola konflik (conflict management), partai berperan sebagai sarana
agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam
kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai.
Jadi pada dasarnya fungsi dari
dibentuknya partai politik adalah untuk :
Ø Meredakan
ketegangan-ketegangan individual dalam masyarakat sehingga kontroversi
individual dapat lebih terkelola dengan baik
Ø Memformulasikan
pendapat-pendapat individu dalam suatu kemasan ideologi dan kepentingan untuk
diperjuangkan dalam kehidupan bernegara
Ø Menyediakan
alternatif bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi individualnya dan bahwa
tersedianya alternatif merupakan ciri negara yang demokratis
Ø Mewujudkan check and balances dalam pemerintahan.
Ø partai
politik merupakan instrumen yang memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi
dalam pemerintahan
Ø Partai
politik memberikan kendali atau pengawasan dalam pemerintahan yaitu melalui
wakil-wakil partai di pemerintahan
Partai Politik Indonesia Pasca Reformasi
Pada periode awal kemerdekaan,
partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga
negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga
calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem
multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966.
Pada pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu
1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi
yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI.
Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya
saja.
Baru di masa reformasi kebebasan
berpartai kembali dibuka dan tiba-tiba jumlah partai politik meningkat tajam
sesuai dengan tingkat keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat majemuk
Indonesia. Sistem multi partai ini tentu sangat menyulitkan bagi penerapan
sistem pemerintahan presidensil untuk bekerja efektif. Hal itu, terbukti dalam
pemerintahan yang terbentuk di masa reformasi, mulai dari pemerintahan BJ.
Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid, dan pemerintahan Megawati sampai ke
pemerintahan SBY jiilid 1 maupun jilid 2 dewasa ini. Keperluan mengakomodasikan
kepentingan banyak partai politik untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen
sangat menyulitkan efektifitas pemerintahan, termasuk pemerintahan SBY-Boediono
yang ada sekarang.
D. OTONOMI
DAERAH
Munculnya
krisis ekonomi, politik dan sosial serta hilangnya kepercayaan pada pemerintah.
Membuat masyarakat yang tertekan selama pemerintahan orde baru untuk menuntut
kemerdekaan untuk mendapat otonomi yang lebih luas. Pembangunan ekonomi yang
sentral (terpusat), membuat daerah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah seperti Aceh dan Papua menuntut merdeka. Hal ini dikarenakan pembagian
penghasilan ekspor SDA selama orde baru tidak dilakukan secara adil dan merata.
Hingga akhirnya melahirkan undang-undang yang memberikan kekuasaan kepada
daerah dalam wujud otonomi yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan
mengurus kepentingannya sendiri tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Kerangka desentralisasi
(penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah) diatur dalam
UU No.22/1999 (telah diamandemen menjadi UU No.32/2004 tentang pemerintahan
daerah). Undang-undang ini menitikberatkan pada desentralisasi administratif
yang dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab dan
pengolahan sumber daya keuangan sebagai upaya menyediakan pelayanan umum ke berbagai
tingkat daerah. Pelaksanaan desentralisasi administratif didasarkan pada
argumentasi bahwa pengelolahan pelayanan publik akan lebih efisien dan efektif
jika diserahkan pada unit yang langsung bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Asusmsinya bahwa semakin dekat pemerintah dengan masyarakat, maka semakin bisa
dipahami kebutuhan masyarakat. Sehingga kebijakan yang dibuat akan tepat
sasaran.
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat untuk meningkatkan daya dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat
Pada dasarnya, otonomi daerah merupakan pancaran
kedaulatan rakyat (ciri adanya sistem demokrasi). Dengan adanya partisipasi
proaktif masyarakat, baik kepada pemerintah maupun DPRD, maka banyak sekali
manfaat yang dirasakan oleh rakyatnya. Disinilah pentingnya bila masyarakat
selalu berpartisipasi, terlebih dalam perumusan kebijakan publik di daerah.
Karena sesungguhnya masyarakat itu sendiri yang lebih tahu akan kebutuhan dan
permasalahannya.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah dimaksudkan agar kebijakan publik di daerah
selalu berpihak pada kepentingan rakyat, sesuai dengan harapan dan kenginanan
rakyat, serta dapat menumbuhkan semangat persatuan, semangat bekerja sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
E. LEMBAGA
MASYARAKAT
Demokrasi pada prinsipnya mengandung
beberapa pilar yang harus ditegakkan demi tegaknya demokrasi itu sendiri (yakni
masyarakat sipil, masyarakat politik, supremasi hukum, masyarakat ekonomi, dan
birokrasi yang bersih). Dari pilar-pilar tersebut yang paling bersangkutan
dengan kehidupan rakyat adalah pilar masyarakat sipil (civil society).
Secara garis besar civil society
memang dapat diartikan sebagai masyarakat sipil, tetapi secara prinsipil, civil
society adalah sebuah kondisi dimana masyarakat sudah mengenal hak-haknya
sebagai warga suatu negara yang demokratis dan dapat mempergunakannya dengan
penuh tanggung jawab. Civil society adalah suatu level dimana rakyat/warga
negara menjadi pihak yang selalu didengarkan dalam setiap pengambilan kebijakan
dari pemerintah.
Civil society yang kokoh tentunya
adalah impian semua negara-negara demokratis yang ingin memberdayakan rakyatnya
dengan benar. Akan tetapi, tidak semua negara demokratis didalamnya terdapat
sebuah level masyarakat yang telah mencapai tingkatan civil society. Maka pada negara-negara
tersebut dibutuhkanlah agen-agen yang dapat menyalurkan advokasi dan juga
pendidikan politik maupun semua aspek kehidupan bernegara kepada rakyat.
Agen-agen tersebut haruslah bersifat independen dan mempunyai tujuan yang jelas
terhadap pemberdayaan masyarakat sipil dan juga advokasi hak-hak prinsipil dari
masyarakat sipil itu sendiri.
Dalam posisi itulah, dikenal sebuah
organisasi independen yang terlepas dari campur tangan pemerintah dan mempunyai
program yang jelas dalam hal pendidikan, pengkajian, penelitian, advokasi, dan
pelatihan, yang kesemuanya berguna dalam pembentukan civil society. Organisasi
tersebut biasanya disebut dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau ada juga
yang menyebut dengan organisasi non-penerintah (Ornop). LSM biasanya didirikan
oleh sekelompok orang yang menjalankan fungsi-fungsi pembentukan civil society
yang bersifat nirlaba (tidak berbasis mencari keuntungan) dan independen.
Kemunculan LSM di berbagai bidang kehidupan tersebut merupakan sebuah bukti
bahwa civil society merupakan hal penting dalam pembangunan masyarakat
demokratis disamping pilar-pilar lainya yang juga merupakan pilar penting.
Kemunculan LSM tersebut juga memberikan nuansa baru dalam mekanisme “check and
balance” terhadap kebijakan-kebijakan lembaga pemerintahan yang bersentuhan
langsung dengan rakyat.
Seperti yang kita
ketahui bersama, di negara kita ini terdapat lembaga negara yang mempunyai
tugas untuk melaksanakan jalannya Pemerintahan. Tentunya, di dalam menjalankan
roda pemerintahannya tersebut banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi,
terutama dalam hal akuntabilitas kebijakan yang dilakukan.
Dalam era Demokrasi
sekarang ini memang keberadaan LSM sangat diperlukan. Terutama yang berkaitan
dengan masalah-masalah publik yang cukup berpengaruh, misalnya masalah lumpur
lapindo di Sidoarjo, pembunuhan aktivis HAM Munir, kasus korupsi
pejabat-pejabat pusat maupun daerah, bencana kelaparan diberbagai daerah di
Indonesia, dsb. LSM-lah yang selama ini ngotot dan selalu membawa keluhan
masyarakat ini ke tingkat DPR/DPRD. Kalau tidak sampai ke tingkat DPR/DPRD,
minimal permasalahan warga tersebut diliput oleh media dan menjadi perhatian
publik juga.
Tak dapat dipungkiri lagi, kehadiran
atau bahkan menjamurnya LSM pada era ini adalah sebuah langkah awal dalam
menciptakan tatanan pemerintahan yang baik (good gevernance) dalam pengelolaan
kehidupan bernegara.
Jadi berdasarkan wacana di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa peran LSM dalam membangun civil society yang
merupakan salah satu pilar demokrasi, tidak dapat dipungkiri. Dengan
independensinya dan juga sifatnya yang nir-kepentingan dan nirlaba tersebut LSM
dapat mengambil alih peran pendidikan warga negara terhadap hak-hak dasarnya
agar tercipta kehidupan yang adil dan sejahtera seperti yang dicita-citakan
oleh para pendiri bangsa.
F. KESIMPULAN
Demokrasi
idealnya mepunyai keseimbangan dalam melaksanakan check and balance. Untuk mewujudkan suatu sistem demokrasi yang
ideal tersebut, maka semua pihak yang berada dalam suatu negara harus saling
mendukung sesuai peran masing-masing. Rakyat adalah pilar utama dalam
demokrasi. Kepentingan rakyat yang beragam disalurkan melalui partai politik
untuk kemudian diaspirasikan pada lembaga negara yang merupakan wadah perumusan
dan pelaksanaan kebijakan yang dibuat untuk rakyat. Guna menjalankan demokrasi
yang seutuhnya, maka sistem pemerintahan didasarkan pada potensi serta
kepentingan rakyat di daerah. Untuk itulah dibentuk otonomi daerah agar rakyat
dapat berpartisipasi penuh dalam menentukan kebijakan yang dibuat. Agar tujuan
utama demokrasi yakni check and balance
tercipta, maka pengawasan terhadap seluruh pilar dilaksanakan oleh rakyat itu
sendiri melalui organisasi non pemerintah/LSM. Karena pada dasarnya demokrasi
adalah rakyat itu sendiri. Jika semua pihak telah memahami dan menjalankan
peran mereka dengan penuh tanggung jawab, maka demokrasi yang ideal akan
terwujud. Sehingga tujuan negara untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Undang
Undang Dasar 1945
2. SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA-JILID 1/Edisi Ketiga, Jakarta : Penerbit
Toko Gunung Agung, 1997
3. Mardiyatmo
dkk, PKN & Sejarah untuk tingat 2 SMK,
Yudihistira, 2006, hal. 40
4.
Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta:
Gramedia, 1982, hal. 163-164.
5.
Artikel Hubungan antar Lembaga, Indoskripsi.com
kerennnn blognya, buat referensi tugas,,,
BalasHapus(y)
Trims... semoga bermanfaat : )
Hapus