Aku mencari aku, bukan mencari diriku, bukan
Haha, orang-orang mentertawaiku
Kemana saja kau hidup bertahunan di dunia ini?
Tak ku jawab, aku renungi
Lalu mereka mencela lagi
Aku belum manusia, seutuhnya juga tak sepatuh
malaikat,
Juga bukan setan karena aku tak selalu berbuat
buruk setiap detik
Lalu, siapa aku? Mungkin pertanyaanku ini kan
terus dicela
Tidakkah Tuhan menjadikan diri dan tubuhku
manusia, tapi siapa aku?
Sudahkah aku benar-benar manusia?
Bukankah manusia punya cinta sejatinya?
Yang selalu ia prioritaskan dalam hidup?
Cinta sejati dari Zat Yang Sejati
Cinta Tuhan untuk mencintai diri-Nya sendiri
melalui dialektika makhluk-Nya
Seperti seorang penulis mencintai setiap
karyanya
Yang dimuat, juga yang tak dimuat
Cinta yang menyeluruh, untuk Tuhan, melalui
makhluk-Nya
Tapi, sudahkah aku manusia?
Nyatanya, cintaku masih kerdil hanya untuk
materi-materi tak bernyawa
Untuk tahta, untuk harta, untuk syahwat
Untuk kejayaan, kekayaan, kemenangan dan
kesenangan
Kemana cintaku sebagai manusia kupersembahkan?
Kepada api, pada hujan, pada angin, pada bunga-bunga,
kandas semua
Sudahkah aku manusia?
Jika cintaku saja masih dipenuhi kekerdilan
batu-batu sesembahan
Yang kuberikan nyawanya sendiri oleh
imajinasiku,
Masihkah anganku menertawai ini?
Lelucon antara gemertak gigi yang tak
dimengerti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar