Pemuda
penanti senja :
“Sayang, kau tak kan lagi datang mengiringi senja. Aku tahu
itu. Senja sepertinya benar-benar memisahkan kita seperti ia memisahkan antara
siang dan malam. Dan aku yakin, bintang baru di tempat yang kau tinggali kini
jauh lebih besar dari matahari di tempat yang kudiami ini. mungkin kau
menemukan payung yang lebih besar lagi untuk meneduhkanmu dari penderitaan
hidup. Bintang barumu sepertinya menyediakanmu banyak hal agar kau bisa tumbuh
optimal. Merasakan keindahan hidup diantara berjuta kehidupan galaksi yang
terus berproses mengitari poros edarnya – menuju satu cahaya sejati”.
“Setiap harinya aku meneropong ke langit, mencari berbagai
kemungkinan keberadaanmu. Tapi kau tak pernah lagi muncul dengan lugas. Kau
hanya membalasku dengan sinyal cahaya kecil dari butiran air matamu. Kau tak
pernah lagi menengok bumi. Tapi tak mengapa sayang, dengan itu aku tahu kau
telah hidup bahagia di tempat barumu. Entah di galaksi mana”
Gadis
berpayung mendung senja :
“Wahai bumi, ingin rasanya aku terbang lagi kesana.
Mengiringi langkah senja bersama payung mendungnya. Aku sudah lama tak jumpa
dengan pemuda penanti mentari senja. Pemuda bumi yang selalu berdiri di dekat
pohon rimbun di atas bukit dengan kepala mengadah penuh harap. Aku tau, dia
slalu mengirimkan sinyalnya melalui pantulan cahaya airmataku yang telah
mengkristal, airmata yang kutinggalkan untuknya di waktu perpisahan itu. Aku
ingat benar perpisahan itu terjadi. Hanya karena ia tak mau memilih salah satu
diantara siang atau malam. Aku masih bisa merasakan betapa pahit saat aku
meninggalkan bumi seiring menghilangnya siang oleh malam. Dan aku masih
merasakan bagaimana aku hampa, berjalan tanpa arah hingga aku terdampar di
galaksi Andromeda ini. hingga aku terlelap di atas dinginnya planet M-28 ini.
lalu saat ku terbangun, sebuah bintang besar menyapaku dengan kehangatan.
Ukurannya jauh melebihi matahari di galaksi bimasakti. Meski tetap, dingin
menyelimutiku. Entah, karena terbiasa, aku kini tak lagi kedinginan di tempat
baruku ini. Hanya, saat ini aku benar-benar merindukan pemuda itu. jika saja
waktu mau menunggu sejenak, aku ingin datang lagi ke bumi hanya sekedar
melihatnya sekejap mata”
Pemuda
penanti senja :
“Oh sayangku, gadis berpayung mendung senja. Kau tau, sejak
kau pergi meninggalkanku seiring tenggelamnya matahari saat itu. aku merasakan
kehilangan yang dalam. Aku tahu, dan aku sadar kesalahanku yang tak memilih
siang atau malamku untukmu. Membuatmu terpaksa memilih meninggalkan kemunafikan
bumi. Aku terus menyesali kesalahan itu Hingga akhirnya aku bertemu dengan
bunga aneh yang melilitku. Lalu dia juga berlalu pergi meninggalkanku saat aku
menceritakan tentangmu. Sejak saat itu, aku mencoba untuk membiasakan diri tak
lagi berdiri di puncak bukit menanti senja. Tak lagi mengharap kehadiranmu
hanya untuk sekedar menyapa. Aku mencoba menerima kenyataan bahwa aku hidup di
Bumi untuk masadepanku. Dan kau telah menemukan galaksi baru tempat kau hidup
untuk masadepanmu pula. Mungkin dengan bintang yang jauh lebih hebat dari
matahari. Dan aku juga mulai menyadari, aku t’lah memilih tuk berada di waktu
malam. Waktu dimana kesunyian menghembuskan kekhawatirannya melalui pori-pori. Itu
pilihanku, pilihan yang terlalu terlambat”.
“Tapi aku sedikit merasa senang karena telah memilih malamku.
Aku tak lagi berada dalam keraguan senja. Aku menghapus demi sedikit
kenanganmu, seperti kau berlalu perlahan menghapus jejak langkahmu di bumi.
Hingga kau hanya menyisakan airmata ini untukku. Aku tersadar, di sunyi malam,
bulan selalu menggantikan matahari. Meski seringkali ia tak menampakkan diri
dengan sempurna, bahkan bersembunyi. Tapi aku mulai terbiasa menikmatinya.
Bulan hadir dengan membawakanku bidadarinya. Ia muncul tanpa berpayung
sepertimu. Kehadirannya membawa kabut putih yang perlahan menyelimutiku dengan
halus. Kau tahu, sayang, bidadari itu memperlakukanku seperti matahari menyentuhkan
quark sinarnya pada tetumbuhan bumi. Bidadari itu menyentuhku tanpa menyentuh,
melihatku tanpa memandang, dan memelukku tanpa ia mendekapkan tubuhnya.
Bidadari itu juga yang meyakinkanku, bahwa esok matahari selalu datang
menghapus sunyi malam. Dengannya, aku memilih malam dan memberanikan diri tuk merajut
kembali mimpi-mimpi yang sempat pudar seperti memudarnya bayanganmu saat senja
memisahkan kita dulu”. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar