TUGIEZLAND

Kamis, 21 November 2013

Pasukan Huruf


Ini adalah perjuanganku melawan tulisan –tulisan yang telah kubuat sendiri. Ini adalah diplomasi gagal antara pemikiran dan nurani. Pemenangnya akan mendapatkan kuasa atas kehendak melakukan tindakan. Yah, raga fana’ku adalah ladang sengketa dari keduanya.
 
Genderanng perang mulai ditabuh sejak tulisan-tulisan itu lahir. Awalnya mereka berdiplomasi untuk mencapai konsensus dan menelurkan kebijakan untuk kebaikan bersama. Tapi seringkali mereka gagal. Selalu saja setiap jengkal kata yang pernah tertulis, dilanggar oleh keduanya. Perang ini tak pernah usai dan terus menerus menoktahkan tintanya untuk menulis aturan-aturan yang lalu ia langgar sendiri.
Bukan main aliran-aliran kata yang telah kususun itu. ia kadang menjadi cambuk siksaku dan terus menerus menghantuiku. Mereka berlarian mengejarku untuk kutimang-timang, kusayang, sehingga mereka tak dilanggar oleh pikiran dan nuraniku. Yah, mereka ingin aku melindunginya dari kekonyolan prilakuku. Tulisan-tulisanku mengejarku agar aku mewujudkannya. Tapi sekali lagi, aku semakin terintimidasi oleh mereka.

Huruf-huruf yang pernah kutulis semakin cepat berkembang menjadi frase-raksasa yang hendak menelanku mentah-mentah. Mereka amat brutal mengejar-ngejarku untuk melakukan sesuatu yang menurut mereka, telah membuat mereka lahir ke dalam catatan-catatan sampah dan penuh kebohongan. Mereka terus mengejar. Ditambah lagi, kenyataan hidup seakan memberi dukungan agar huruf-huruf yang pernah kurangkai itu membunuhku. Oh tidak...

Ini semua salahku, mungkin. Aku telah sangat bernafsu oleh keperawanan kertas kosong itu. Dan penaku memuncratkan spermanya – seenaknya saja menoktahkan noda hitam di atas putihnya kertas. Lalu huruf-huruf, kata demi kata, kalimat hingga paragraf lahir dan membesar mencari orang yang dianggap bertanggung jawab atas kelahiran mereka. 

Dan lagi, dan lagi, dan lagi... kecerobohanku selalu berulang. Kertas putih selalu menggodaku untuk menyentuhkan pena ke tubuh mulusnya. Salahku. Harusnya aku tak mendatangi kertas itu untuk mencurahkan isi hati. Untuk menceritakan kegundahanku dihantui frase-frase raksasa yang ingin membunuhku. Untuk mengungkapkan kekhawatiranku melihat huruf-huruf brutal meminta pertanggungjawaban dariku. Belum sempat kucerita. Kau lihat kini, kata demi kata lahir dan berkembang menjadi sekian kali – beranak pinak dan bersiap menyerangku. Tulisan ini – bahkan telah menyerangku sejak huruf pertamanya lahir. Dan ini kubuat dengan susah payah menghindari mereka. Tak hentinya mereka menyerang. Tak henti pula kebodohan logikaku menelurkan kata, lagi. “Manusia paling bodoh, harusnya kau tak meneruskan lagi, bodoh!!! Bodoh!!!” Huruf-huruf itu telah mampu menulis dan melahirkan kalimatnya sendiri bak amoeba membelah diri. Menyerangku.  [ ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar