TUGIEZLAND

Senin, 21 Oktober 2013

Benarkah Romeo Mencintai Juliet? (Antara Cinta dan Hasrat Memiliki Itu... Beda Tipis)


Tulisan ini hanya sekedar untuk berbagi dari apa yang saya tahu dan alami tentang cinta. Maka dari itu, sebelumnya saya mohon maaf bila pandangan cinta yang saya tulis ini terlalu naif bagi anda. Tulisan ini terlahir dari cinta yang dianugerahkan ALLAH kepada saya melalui orang-orang yang pernah mencintai dan saya cintai.

Seringkali saya dan mungkin juga anda menerima dogma-dogma tentang cinta. Dan mungkin kita sampai saat ini masih percaya pada beberapa dogma tersebut. Misalnya dogma bahwa “cinta harus memiliki”, seperti yang terdapat dalam roman klasik Romeo dan Juliet. Romeo diceritakan sebagai seorang lelaki yang sangat mencintai Juliet. Hingga akhirnya Romeo bunuh diri setelah tahu kekasihnya bunuh diri karena hubungan mereka tak direstui ayahnya yang seorang raja. Kurang lebih begitulah cerita yang berkembang selama ini. Dalam cerita tersebut, saya lebih menyoroti seorang Romeo. Saya menganggap bahwa Romeo tidak benar-benar mencintai Juliet. Mungkin anda tidaklah setuju. Karena selama ini dogma yang berkembang adalah bahwa cinta harus memiliki dan bersama, apapun dilakukan demi sesuatu yang dicintainya, cinta adalah pengorbanan, dan jutaan dogma lain tentang cinta yang pada intinya adalah seperti demikian. “Loh, berarti perbuatan Romeo adalah karena cinta... ?” begitukah menurut anda? Oke, jika anda menganggap begitu. Tapi coba kita lihat dulu dari sudut pandang yang lain.

Jika Romeo benar-benar mencintai Juliet, kenapa ia menyiakan hidupnya? Kenapa dia tidak terus memperjuangkan hidupnya untuk membuktikan bahwa ia benar-benar mencintai Juliet? Bahwa meskipun raga Juliet tiada lagi, cintanya masih berkembang dalam hati, pikiran dan semangatnya untuk terus hidup. Tapi mengapa ia memilih untuk mati? Artinya, Romeo tidak benar-benar mencintai Juliet, tapi hanyalah nafsu ataupun hasrat untuk selalu bersama ataupun saling memiliki. ( Dengan mati, ia ingin bertemu Juliet di dunia lain? Atau merasa hidupnya tak berarti lagi tanpa ‘raga Juliet’?)

Makin tidak setuju dengan pendapat saya? Baiklah, saya berikan ilustrasi : Seorang seniman selalu mengutamakan rasa cinta pada karya-karyanya. Cinta menjadi dasar dalam setiap pembuatan karyanya. Jika saja ia menjadikan hasil sebagai dasarnya. Misalnya ia membuat karya seni atas dasar hasil materi. Setelah karyanya telah lahir dan dianggapnya indah, namun ternyata ia tak mendapatkan ataupun memiliki hasil materi dari karya yang telah ia buat. Apakah ia tetap menciptakan karya seni? Saya yakin ia tidak akan bertahan ataupun bertahan sebentar untuk menciptakan beberapa karya saja. Kalaupun ia berhasil bertahan agak lama, itu karena hasratnya yang menggebu untuk mendapat hasil materi. Karena di awal ia menjadikan hasil materi sebagai dasar, bukan karena kecintaannya pada seni.

Sama hal-nya dengan cinta. Saat kita mengaku mempunyai perasaan cinta pada seseorang. Awalnya memang terasa jelas bahwa itu cinta dan kita yakini itu. Tapi saat itu pula akan dan telah berubah menjadi hasrat untuk memiliki, maka cinta tersebut telah berpaling dari esensi sebenarnya, hal ini tidaklah pernah kita sadari. Dogma bahwa cinta harus memiliki tidak sepenuhnya salah. Memiliki disini saya artikan bukanlah memiliki apa yang kita cintai, tapi memiliki energi cinta dari apa yang kita cintai (terlebih dahulu).

Saya banyak melihat dari diri saya sendiri maupun kebanyakan dari kita selama ini menganggap memiliki dalam konteks cinta adalah memiliki apa yang kita cintai (lebih dulu), bukan memiliki energi ataupun perasaan cinta itu sendiri. Saat Romeo bunuh diri, mungkin ia menganggap bahwa hidupnya tak berguna lagi tanpa orang yang dicintainya. Romeo mungkin melupakan energi cinta yang ia rasakan dari Juliet. Bahwa cintanya telah menyatu dengan cinta Juliet dan menghasilkan semangat hidup mencapai kesejatian dirinya sendiri tanpa raga dari orang yang dicintainya.

Seringkali nafsu atau hasrat memiliki apa yang  kita cintai lebih besar dari keinginan untuk memiliki energi dari cinta yang kita rasakan. Jika anda pernah membaca teori-teori cinta dari hitmansystem.com, anda akan menemukan bahwa cinta memang harus memiliki. Saya setuju dengan hal itu. Tapi memiliki menurut hitmansystem pada dasarnya adalah pada konteks yang  lebih luas. Jika anda mengartikan secara sempit, cinta justru akan meninggalkan anda. Klausa Mario Teguh bahwa “cinta itu tidak buta, tapi membutakan logika” sangatlah jelas dan nyata adanya. Itulah yang saya maksud memiliki energi cinta dari orang yang kita cintai.

Saya pernah merasakan cinta yang menggebu. Seperti kebanyakan hasrat manusia lainnya. Saya menggebu untuk memiliki apa yang saya cintai. Setelah saya mendapatkannya, saya justru kehilangan esensi dari cinta yang pernah saya rasakan. Energi yang menggebu untuk mendapatkan apa yang saya cintai, musnah begitu saya mendapatkan. Semangat dan energi cinta hilang jika tak bersama ataupun tak mendenengar kabar sedetik darinya. Inilah yang saya artikan sebagai pembutaan logika oleh cinta seperti yang dijelaskan pak Mario. Seharusnya cinta lebih meningkatkan kualitas diri, bukan justru melemahkan keadaan diri saya jika tidak bersama apa yang saya cintai. Mungkin anda juga pernah atau sedang merasakan hal itu.

Saya dulu pernah dan mungkin sering mendapat penolakan dan pengabaian dari orang yang saya cintai. Saya memikirkan hal itu selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya saya tiba pada kesimpulan bahwa saya tidaklah benar-benar mencintai mereka. Saya hanya bernafsu untuk memiliki dirinya, bukan memiliki energi dari orang yang saya cintai. Begitu menggebu untuk mendapatkan kebersamaan sehingga merendahkan kualitas diri saya sendiri. Dan itu membuat orang yang saya cintai justru takut dan mengabaikan segala tindakan saya yang dulu saya anggap sebagai pembuktian cinta. Orang-orang yang saya cintai tahu bahwa saya hanya berhasrat memilikinya. Sejak saat itu, pola pikir saya berubah sedemikian rupa dari keinginan memiliki apa yang saya cintai menjadi keinginan memiliki energi cinta dari apa yang saya cintai. “Jika cinta berubah jadi hasrat memiliki raga, maka anda kehilangan diri sendiri, dan itu sangatlah buruk

Sampai saat ini pun saya mungkin memang belum sepenuhnya mempraktekkan kesimpulan saya di atas. Tapi setidaknya saya telah membuktikan pada anda bahwa karena energi cinta dari orang-orang yang pernah saya inginkan untuk memilikinya, menghasilkan tulisan ini. Jadi meski saya saat ini tidak memiliki raganya serta sedang tidak bersamanya. Tapi energi cintanya membuat saya dan pola pikir saya berubah ke arah yang jauh lebih baik dari sebelumnya saat saya merendahkan kualitas diri untuk menuruti hasrat menggebu memilikinya.

Karena itu saya amat bersyukur pada ALLAH yang tidak menjadikan keputusasaan terhadap diri saya, serta tak lupa terima kasih banyak untuk orang-orang yang pernah saya cintai dan memberikan sedikit energi cintanya untuk saya sehingga tulisan ini terlahir. Untuk mawar jingga, mawar ungu, mawar kuning, untuk melati, teratai, ephorbia, serta bunga-bunga lainnya. Tulisan ini saya persembahkan untuk kalian dan juga semua orang yang mempercayai kekuatan dan keindahan cinta. Cintailah cinta...

Anda dapat mendapatkan apa yang anda cintai secara utuh setelah anda memiliki dan meyakini energi cinta dari apa yang anda cintai. Karena setelah anda memiliki energi tersebut, atensi anda terhadap kualitas diri anda akan meningkat. Bukan justru melemahkan anda... “ –RIZKY-

Cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja: siapa tahu. pada suatu hari kelak, ia akan berbalik menjadi orang yang kaubenci. Dan bencilah orang yang kau benci sekedarnya saja; siapa tahu. pada suatu hari kelak, ia akan menjadi orqang yang akan kau cintai."  -Imam Ali-

1 komentar: