Tulisan ini hanya sekedar untuk
berbagi dari apa yang saya tahu dan alami tentang cinta. Maka dari itu,
sebelumnya saya mohon maaf bila pandangan cinta yang saya tulis ini terlalu
naif bagi anda. Tulisan ini terlahir dari cinta yang dianugerahkan ALLAH kepada
saya melalui orang-orang yang pernah mencintai dan saya cintai.
Seringkali saya dan mungkin juga
anda menerima dogma-dogma tentang cinta. Dan mungkin kita sampai saat ini masih
percaya pada beberapa dogma tersebut. Misalnya dogma bahwa “cinta harus
memiliki”, seperti yang terdapat dalam roman klasik Romeo dan Juliet. Romeo diceritakan sebagai seorang lelaki yang
sangat mencintai Juliet. Hingga akhirnya Romeo bunuh diri setelah tahu
kekasihnya bunuh diri karena hubungan mereka tak direstui ayahnya yang seorang
raja. Kurang lebih begitulah cerita yang berkembang selama ini. Dalam cerita tersebut,
saya lebih menyoroti seorang Romeo. Saya menganggap bahwa Romeo tidak
benar-benar mencintai Juliet. Mungkin anda tidaklah setuju. Karena selama ini
dogma yang berkembang adalah bahwa cinta harus memiliki dan bersama, apapun
dilakukan demi sesuatu yang dicintainya, cinta adalah pengorbanan, dan jutaan
dogma lain tentang cinta yang pada intinya adalah seperti demikian. “Loh, berarti perbuatan Romeo adalah karena
cinta... ?” begitukah menurut anda? Oke, jika anda menganggap begitu. Tapi
coba kita lihat dulu dari sudut pandang yang lain.
Jika Romeo benar-benar mencintai
Juliet, kenapa ia menyiakan hidupnya? Kenapa dia tidak terus memperjuangkan
hidupnya untuk membuktikan bahwa ia benar-benar mencintai Juliet? Bahwa
meskipun raga Juliet tiada lagi, cintanya masih berkembang dalam hati, pikiran
dan semangatnya untuk terus hidup. Tapi mengapa ia memilih untuk mati? Artinya,
Romeo tidak benar-benar mencintai Juliet, tapi hanyalah nafsu ataupun hasrat
untuk selalu bersama ataupun saling memiliki. ( Dengan mati, ia ingin bertemu
Juliet di dunia lain? Atau merasa hidupnya tak berarti lagi tanpa ‘raga
Juliet’?)
Makin tidak setuju dengan
pendapat saya? Baiklah, saya berikan ilustrasi : Seorang seniman selalu
mengutamakan rasa cinta pada karya-karyanya. Cinta menjadi dasar dalam setiap
pembuatan karyanya. Jika saja ia menjadikan hasil sebagai dasarnya. Misalnya ia
membuat karya seni atas dasar hasil materi. Setelah karyanya telah lahir dan
dianggapnya indah, namun ternyata ia tak mendapatkan ataupun memiliki hasil
materi dari karya yang telah ia buat. Apakah ia tetap menciptakan karya seni?
Saya yakin ia tidak akan bertahan ataupun bertahan sebentar untuk menciptakan
beberapa karya saja. Kalaupun ia berhasil bertahan agak lama, itu karena
hasratnya yang menggebu untuk mendapat hasil materi. Karena di awal ia
menjadikan hasil materi sebagai dasar, bukan karena kecintaannya pada seni.
Sama hal-nya dengan cinta. Saat
kita mengaku mempunyai perasaan cinta pada seseorang. Awalnya memang terasa
jelas bahwa itu cinta dan kita yakini itu. Tapi saat itu pula akan dan telah berubah
menjadi hasrat untuk memiliki, maka cinta tersebut telah berpaling dari esensi
sebenarnya, hal ini tidaklah pernah kita sadari. Dogma bahwa cinta harus
memiliki tidak sepenuhnya salah. Memiliki disini saya artikan bukanlah memiliki
apa yang kita cintai, tapi memiliki energi cinta dari apa yang kita cintai
(terlebih dahulu).
Saya banyak melihat dari diri
saya sendiri maupun kebanyakan dari kita selama ini menganggap memiliki dalam
konteks cinta adalah memiliki apa yang kita cintai (lebih dulu), bukan memiliki
energi ataupun perasaan cinta itu sendiri. Saat Romeo bunuh diri, mungkin ia
menganggap bahwa hidupnya tak berguna lagi tanpa orang yang dicintainya. Romeo
mungkin melupakan energi cinta yang ia rasakan dari Juliet. Bahwa cintanya
telah menyatu dengan cinta Juliet dan menghasilkan semangat hidup mencapai
kesejatian dirinya sendiri tanpa raga dari orang yang dicintainya.
Seringkali nafsu atau hasrat
memiliki apa yang kita cintai lebih
besar dari keinginan untuk memiliki energi dari cinta yang kita rasakan. Jika
anda pernah membaca teori-teori cinta dari hitmansystem.com,
anda akan menemukan bahwa cinta memang harus memiliki. Saya setuju dengan hal
itu. Tapi memiliki menurut hitmansystem pada dasarnya adalah pada konteks
yang lebih luas. Jika anda mengartikan
secara sempit, cinta justru akan meninggalkan anda. Klausa Mario Teguh bahwa
“cinta itu tidak buta, tapi membutakan logika” sangatlah jelas dan nyata
adanya. Itulah yang saya maksud memiliki energi cinta dari orang yang kita
cintai.
Saya
pernah merasakan cinta yang menggebu. Seperti kebanyakan hasrat manusia
lainnya. Saya menggebu untuk memiliki apa yang saya cintai. Setelah saya
mendapatkannya, saya justru kehilangan esensi dari cinta yang pernah saya
rasakan. Energi yang menggebu untuk mendapatkan apa yang saya cintai, musnah
begitu saya mendapatkan. Semangat dan energi cinta hilang jika tak bersama
ataupun tak mendenengar kabar sedetik darinya. Inilah yang saya artikan sebagai
pembutaan logika oleh cinta seperti yang dijelaskan pak Mario. Seharusnya cinta
lebih meningkatkan kualitas diri, bukan justru melemahkan keadaan diri saya
jika tidak bersama apa yang saya cintai. Mungkin anda juga pernah atau sedang
merasakan hal itu.
Saya
dulu pernah dan mungkin sering mendapat penolakan dan pengabaian dari orang
yang saya cintai. Saya memikirkan hal itu selama bertahun-tahun. Hingga
akhirnya saya tiba pada kesimpulan bahwa saya tidaklah benar-benar mencintai
mereka. Saya hanya bernafsu untuk memiliki dirinya, bukan memiliki energi dari
orang yang saya cintai. Begitu menggebu untuk mendapatkan kebersamaan sehingga
merendahkan kualitas diri saya sendiri. Dan itu membuat orang yang saya cintai
justru takut dan mengabaikan segala tindakan saya yang dulu saya anggap sebagai
pembuktian cinta. Orang-orang yang saya cintai tahu bahwa saya hanya berhasrat
memilikinya. Sejak saat itu, pola pikir saya berubah sedemikian rupa dari
keinginan memiliki apa yang saya cintai menjadi keinginan memiliki energi cinta
dari apa yang saya cintai. “Jika cinta
berubah jadi hasrat memiliki raga, maka anda kehilangan diri sendiri, dan itu
sangatlah buruk”
Sampai
saat ini pun saya mungkin memang belum sepenuhnya mempraktekkan kesimpulan saya
di atas. Tapi setidaknya saya telah membuktikan pada anda bahwa karena energi
cinta dari orang-orang yang pernah saya inginkan untuk memilikinya,
menghasilkan tulisan ini. Jadi meski saya saat ini tidak memiliki raganya serta
sedang tidak bersamanya. Tapi energi cintanya membuat saya dan pola pikir saya
berubah ke arah yang jauh lebih baik dari sebelumnya saat saya merendahkan
kualitas diri untuk menuruti hasrat menggebu memilikinya.
Karena
itu saya amat bersyukur pada ALLAH yang tidak menjadikan keputusasaan terhadap
diri saya, serta tak lupa terima kasih banyak untuk orang-orang yang pernah
saya cintai dan memberikan sedikit energi cintanya untuk saya sehingga tulisan
ini terlahir. Untuk mawar jingga, mawar ungu, mawar kuning, untuk melati,
teratai, ephorbia, serta bunga-bunga lainnya. Tulisan ini saya persembahkan
untuk kalian dan juga semua orang yang mempercayai kekuatan dan keindahan cinta.
Cintailah cinta...
“Anda dapat mendapatkan apa yang anda cintai secara utuh setelah anda
memiliki dan meyakini energi cinta dari apa yang anda cintai. Karena setelah
anda memiliki energi tersebut, atensi anda terhadap kualitas diri anda akan
meningkat. Bukan justru melemahkan anda... “ –RIZKY-
Ga maksud mas
BalasHapus